Melihat angka hasil UAN SMA/SMK/MA dan SMP/MTs di DIY yang anjlok di tahun ini seperti mencoreng nama baik DIY sebagai Kota Pelajar. Tingkat kelulusan yang sangat rendah di DIY pertanda sebagai kota ini perlu berbenah untuk mengembalikan citra Kota Pelajar tesebut.
Angka ketidaklulusan UAN SMA/MA DIY adalah yang tertinggi di pulau Jawa. Sebanyak 4.263 siswa atau sekitar 23,7% dinyatakan tidak lulus. Di tingkat SMP juga demikian, 10.800 siswa SMP sederajat tidak lulus UAN Utama yang jika dipersentasekan mencapai angka 15,44%. Sungguh sangat miris apabila ini diukir oleh sebuah kota pelajar di Indonesia . Sebenarnya apa sih yang menjadi penyebab angka ketidaklulusan yang sangat tinggi ini? Siapakah yang bersalah dalam peristiwa ini?
Sepertinya semua sekolah di Indonesia termasuk di Jogja sudah menerapkan KBM (Kegiatan Belajar Mengajar) dengan sangat baik. Mulai dari KBM regular di jam belajar dan ditambah juga dengan Try Out yang diadakan di masing-masing satuan pendidikan. Namun masih saja angka ketidaklulusan sangat tinggi di Jogja. Para siswa juga sudah mendapatkan tambahan pendidikan di luar sekolah seperti mengikuti bimbingan belajar ataupun les privat.
Penurunan tingat kelulusan ini adalah akibat dari “keras kepala” pemerintah di bidang pendidikan. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang diterapkan sepertinya berbanding sangat kontras dengan keinginan pemerintah. Bagaimana tidak, sekolah saat ini diberikan keleleluasaan untuk mengatur pendidikannya di sekolah masing-masing, namun, penentuan akhir kelulusan dilihat dari UAN. Sangat tidak relevan. Seharusnya, masing-masing di tingkat satuan pendidikanlah yang bisa menentukan apakah siswa itu lulus atau tidak. Bukannya hanya dari hasil UAN.
Sistem pendidikan sekarang hanya dilihat dari hasil akhir yang perolehan siswa ketika mengikuti UAN saja, tapi tidak lagi mempertimbangkan proses panjang para siswa yang mengikuti pendidikan selama tiga tahun tersebut. Pemerataan pendidikan juga menjadi masalah pelik dalam UAN yang diselenggarakan hampir 6 tahun ini. Kemampuan siswa di daerah jelas berbeda dengan yang ada di perkotaan. Input yang masuk ke sekolah unggulan juga berbeda dengan input yang masuk ke sekolah non unggulan. Tentu saja, diakhir masa pendidikannya, sekolah yang inputnya baik, outputnya juga baik.
Tingginya angka ketidaklulusan siswa dalam menghadapi UAN di DIY satu sisi merupakan fakta yang menyesakkan. Disisi lain, keterpurukan tersebut harus menjadi cambuk bagi pengelola pendidikan baik tingkat sekolah maupun pemerintah. Semua unsur tersebut harus bertindak cepat, terutama untuk mengatasi sekolah yang memiliki ketidaklulusan yang tinggi.
Citra DIY sebagai kota pelajar yang sempat tercoreng akibat banyaknya siswa yang tidak lulus di tingkat SMA dan SMP harus segera dipulihkan. Jangan sampai kota ini kehilangan “Taji-nya” di mata masyarakat Indonesia . Malah mungkin kedepannya, orang tua siswa tidak akan mau lagi menyekolahkan anaknya di kota Gudeg ini apabila kualitas pendidikan di level menengah saja masih bobrok dan tidak dievaluasi untuk masa-masa yang akan datang.
Nama : Cakra Virajati
NIM : 153080155
Kelas : G
(Tajuk)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar